;

Potensi Bulu Kambing dan Hambatannya dalam Pengembangan sebagai Produk Industri

Bulu Kambing
Bulu adalah rambut pendek dan lembut pada tubuh binatang yang mempunyai fungsi salah satunya untuk menyimpan panas badan dan melindungi kulit dari sinar matahari. Bulu kambing merupakan salah satu hasil samping pemotongan kambing. Bulu kambing setelah pemotongan masih banyak yang di buang begitu saja tanpa dimanfaatkan lebih lanjut. Jika tidak dimanfaatkan, bulu kambing ini dapat menjadi limbah yang mungkin bisa menimbulkan pencemaran lingkungan karena proses penguraian bulu kambing di dalam tanah lama.

Pemanfaatan Bulu Kambing

Bulu kambing sebenarnya dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku produk industri. Saat ini, bulu kambing digunakan oleh sebagian kecil masyarakat misalnya dibuat karpet atau sajadah, sebagai benang pancing, serta biasanya bersama kulit dibuat frame kaligrafi dan samak bulu. Kebanyakan karpet atau permadani dibuat di negara Timur Tengah. Bulu kambing juga dapat dipintal dan dijadikan bahan baku tekstil seperti wool. Menurut Ernawati et al. (2008), serat bulu kambing biasanya dicampur dengan wool untuk mendapatkan efek khusus, misalnya untuk menambah keindahan, kadang juga dipakai untuk keperluan khusus, seperti untuk sikat. Serat bulu kambing yang biasa digunakan berasal dari serat mohair. Kegunan serat mohair diantaranya yaitu untuk kain berbulu (selimut), untuk pakaian musim panas, untuk kain rajut dan untuk kain penutup kursi dan permadani.

Bagi masyarakat suku Badui Arab, Persia, dan Anatolia, permadani menjadi benda yang sangat penting dalam kehidupan mereka, seperti untuk membuat tenda untuk melindungi diri dari badai pasir dan alas lantai yang nyaman bagi rumah tangga. Selain itu, permadani pun digunakan untuk menjadi hiasan dinding atau pembatas ruangan. Bahkan juga, di pakai sebagai selimut, tas, dan pelana kuda. Permadani pada dasarnya digunakan di dunia Islam sebagai alas lantai masjid dan rumah-rumah. Tak jarang, permadani pun digunakan sebagai hiasan dinding di istana-istana raja pada zaman keemasan Islam.

Para seniman permadani Muslim pada zaman kejayaan Islam biasanya menggunakan bulu domba (wool), kambing, atau bulu unta sebagai bahan pembuatan permadani (Suara Media, 2009). Karpet yang terbuat dari serat alami atau hasil buatan tangan memang memberi nilai lebih. Menguatkan aksen lebih mewah, namun tetap natural. Sementara itu, bahan karpet yang menjadi incaran kaum papan atas yakni karpet berbahan sutra dan wool dari bulu domba, kambing, dan unta. Harga masing-masing karpet berbeda, tergantung jenisnya. Karpet dengan bahan wool dari bulu domba, kambing, dan unta atau sutra pintalan jauh lebih mahal dibandingkan dengan hasil buatan pabrik. Karpet handmade lebih unik dan berbeda. Di Jakarta, misalnya, karpet buatan tangan dibanderol seharga Rp 2 juta hingga ratusan juta rupiah (Sari, 2009).

Potensi Produksi Perbulan di Jawa Tengah

Hampir 60% populasi kambing yang berkembang di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Berdasarkan Ditjen Bina Produksi Peternakan tahun 2000, dari 15.209.720 ekor kambing di seluruh Indonesia, sekitar 8.783.890 ekor kambing berada di Pulau Jawa. Populasi kambing di Indonesia rata-rata meningkat 2,2-4,3% pertahunnya (Mulyono dan Sarwono, 2009). Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan tahun 2004, populasi kambing di Jawa Tengah 2.985.845 ekor, Jawa Barat 1.304.433 ekor, D.I Yogyakarta 243.417 ekor, Jawa Timur 2.357.900 ekor, dan di Bali 62.014 ekor. Dalam 10 tahun ke depan diperkirakan populasi ternak ini akan meningkat menjadi 30-35 juta ekor. Sebagian besar usaha peternakan kambing ditujukan untuk memenuhi permintaan produksi daging. Pada tahun 2002, produksi daging kambing sekitar 50.991 ton atau setara dengan pemotongan sebanyak 3.642.214 ekor atau sekitar 27,92 % dari populasi. Produksi daging kambing pada tahun 2000-2004 cenderung terus meningkat, tetapi populasinya mengalami penurunan sebesar 2,28 persen pada tahun 1998 s/d 2002 (dari 13.342.074 ekor menjadi 13.044.938 ekor) (Anonim, 2010).
Salah satu jenis kambing yang ada di Jawa Tengah yaitu kambing peranakan Etawa sejumlah sekitar 300.000 ekor (pada bulan Juli 2010) yang dibudidayakan di Kaligesing, Purworejo (Biro Humas Provinsi Jawa Tengah, 2010)

 Ciri kambing PE antara lain berukuran besar, serta bobot dewasa rata-rata 40-45 kg (Mulyono dan Sarwono, 2009). Bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan tebal. Warna bulu ada yang tunggal, putih, hitam dan coklat, tetapi jarang ditemukan. Kebanyakan terdiri dari dua atau tiga pola warna, yaitu belang hitam, belang coklat, dan putih bertotol hitam. Jenis kambing di Indonesia yang lain yang dapat dimanfaatkan bulunya yaitu kambing gembrong yang terdapat di Pulau Bali. Ciri khas dari kambing ini adalah berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm (Pamungkas et al., 2009). Bobot badan kambing dewasa sekitar 32-45 kg (Mulyono dan Sarwono, 2009).
Berdasarkan keterangan diatas dapat diasumsikan jika berat bulu yang dihasilkan setiap pemotongan satu ekor kambing 3% dari bobot badan, bobot badan kambing PE rata-rata 42,5 kg, peningkatan populasi pertahun 3,25%, tiap pemotongan sekitar 27,92%, maka selama satu tahun pemotongan dapat dihasilkan bulu kambing dari kambing Peranakan Etawa di Jawa Tengah sebesar kurang lebih 3% x 42,5 kg x (27,92% x 309.750) = 110.265 kg. Jadi dalam 1 bulan kira-kira dapat dihasilkan 9.189 kg. Jika bulu kambing ini dapat dimanfaatkan mungkin bisa dihasilkan sekitar 3 buah karpet yang berukuran sedang.


Hambatan dalam Pengembangan sebagai Produk Industri


Hambatan dalam pengembangan produk bulu kambing misalnya dalam pembuatan karpet salah satunya yaitu keterbatasan modal, SDM belum terampil mengolah bulu kambing menjadi produk karpet, alat pemintal benang masih sedikit dan sederhana, ketersediaan bahan baku yang relatif sedikit sehingga ketersediaan benangnya terbatas, serta waktu pembuatannya yang lama. Hal tersebut menyebabkan harganya menjadi sangat mahal. Selain itu, masih sedikit atau belum ada pengusaha yang bergerak di bidang ini. Padahal terdapat banyak RPH di Jawa Tengah sehingga perlu pemasok di tiap kabupaten dan minimal ada 1 perusahaan yang menangani.


Proses Pengolahan Bulu Kambing


Cara pengolahan bulu kambing pada prinsipnya hampir sama dengan pengolahan bulu domba. Tahap-tahap pengolahan bulu kambing menurut Saleh (2004) meliputi:
1. Pencukuran bulu. Bulu kambing dicukur dengan gunting, kemudian hasil guntingan bulu dikumpulkan.
2. Penyortiran yaitu memisahkan bulu dari kotoran (feses), rumput, ranting, tanah dan lain-lain.
3. Pencucian. Pencucian bulu dilakukan tiga tahap, yaitu :
a. Perendaman. Bulu direndam dalam air selama 12 jam (satu malam), kemudian dibilas.
b. Pencucian dengan deterjen dilakukan dengan cara melarutkan 100 gram deterjen ke dalam 10 liter air kemudian merendam bulu selama 15 menit. Setelah itu diangkat dan dibilas dengan air bersih.
c. Pencucian dengan desinfektan, yaitu dengan melarutkan desinfektan (lisol atau densol) sebanyak 100 cc ke dalam 10 liter air. Kemudian mencelupkan bulu yang sudah dicuci dengan deterjen ke dalam larutan desinfektan. Setelah itu diangkat, diperas dan langsung dijemur.
4. Penjemuran. Bulu dihamparkan (tipis saja) di atas meja penjemuran dan dijemur selama 1-2 hari pada waktu yang cerah.
5. Pemisahan, dilakukan dengan cara menyobek-nyobek bulu yang masih menggumpal dengan kedua tangan sampai bulu menjadi terurai. Apabila gumpalan bulu tersebut sulit diuraikan, maka digunting dan dibuang saja.
6. Penyisiran, bulu diletakkan di atas sisir kemudian sisir diputar-putar sampai bulu tersebut terbentuk lembaran-lembaran tipis.
7. Pemintalan. Bulu yang sudah disisir dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam lubang benang alat pintal. Kemudian memutar roda dengan kaki terus menerus sampai terbentuk helai-helai benang. Setiap dua helai benang dipintal/digabung menjadi benang.
8. Pemutihan. Benang hasil pintalan perlu diputihkan, caranya dengan merebus air 2 liter sampai mendidih lalu masukkan 2 sendok (± 10 ml) H2O2 dan 2 sendok deterjen. Kemudian didihkan lagi dan memasukkan benang yang akan diputihkan, diaduk-aduk sampai berbusa (± 5 menit). Setelah itu diangkat dan dibilas dengan air sampai bersih, lalu dijemur.
9. Pewarnaan. Pewarnaan benang menggunakan pewarna tekstil, sesuai dengan warna yang diinginkan. Caranya dengan mencampurkan 10 liter air + 0,3 liter biang cuka + pewarna. Merebus benang dalam campuran pewarna tersebut selama 1 jam, lalu diangkat dan ditiriskan. Kemudian benang dicuci sekali lagi dan terakhir dikeringkan.
10. Pembuatan design. Design disesuaikan dengan barang kerajinan yang akan dibuat (misalnya: karpet, tas, hiasan dinding). Menggambar ukuran dan motif yang diinginkan, kemudian menentukan warna-warna pada motif yang diinginkan.
11. Penenunan.


Simpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bulu kambing sebenarnya sangat potensial untuk dijadikan produk industri, misalnya karpet. Oleh karena itu perlu pengembangan produk industri dari bulu kambing secara optimal supaya mendapatkan keuntungan lebih, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Selain itu, perlu mengolah produk dari bulu kambing ini dengan sebaik-baiknya supaya dihasilkan produk yang berkualitas dan tidak kalah dengan produk impor. Namun, banyak hambatan dalam mengembangkan bulu kambing ini sebagai produk industri, seperti keterbatasan modal, SDM belum terampil, keterbatasan alat dan masih sederhana, ketersediaan bahan baku yang relatif sedikit sehingga ketersediaan benangnya terbatas, waktu pembuatannya yang lama, serta sedikit atau belum ada pengusaha yang bergerak di bidang ini.

Daftar Pustaka

Anonim. 2010. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing-Domba. (http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/files/0107L_KADO.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Biro Humas Provinsi Jawa Tengah. 2010. Wamentan Luncurkan Kambing Kaligesing. (http://promojateng-pemprovjateng.com/). Diakses tanggal 17 April 2011.
Ernawati, Izwerni, dan W. Nelmira. 2008. Tata Busana untuk SMK Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. (http://ictsleman.ath.cx/pustaka/bse/04_SMK-MAK/kelas11_smk_tata_busana_ernawati.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Mulyono, S. dan B. Sarwono. 2009. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu, dan E. Sihite. 2008. Petunjuk Teknis Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. (http://lolitkambing.litbang.deptan.go.id/juknisplasmanutfah.pdf). Diakses tanggal 17 April 2011.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. (http://digilib.usu.ac.id). Diakses tanggal 17 April 2011.
Sari. I. 2009. Permadani Tak Sekadar Alas Kaki. (http://www.tempointeraktif.com). Diakses tanggal 17 April 2011.
Suara Media. 2009. Permadani, Buah Karya Peninggalan Kesenian Islam. (http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/7476-permadani-buah-karya-peninggalan-kesenian-islam.html). Diakses tanggal 17 April 2011.


sumber : alifahmj.blogspot.com

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Potensi Bulu Kambing dan Hambatannya dalam Pengembangan sebagai Produk Industri